Tanjungpinang Butuh Calon Independen

opini245 views
Penulis : Agustinus Marpaung SH.MH Sekretaris DPD LSM Forkorindo Provinsi Kepri
Penulis : Agustinus Marpaung SH.MH Sekretaris DPD LSM Forkorindo Provinsi Kepri

Opini, Tuah Kepri, – Momen rotasi kepemimpinan di tingkat lokal selain membawa kegembiraan bagi rakyat, juga sangat penting karena dari sanalah proses demokrasi bergulir. Pasca dikeluarkan putusan MK No. 5/PUUV/2007 tentang pencabutan terhadap ketentuan pasal 59 ayat 1 dan pasal 56 (2) dari UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, merupakan tonggak sejarah perjalanan pengisian jabatan kepala daerah melalui jalur independen.

Pasal 59 ayat 1 dan pasal 56 (2) ini dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 18 ayat (4), karena hanya memberi kesempatan bagi pasangan calon dari partai politik atau gabungan partai politik.

Dengan keputusan MK tersebut, baik calon independen maupun calon parpol sama-sama konstitusional. Karenanya, memiliki legalitas yang sama untuk memperebutkan jabatan kepala daerah. Kedua jalur pencalonan tersebut merupakan wujud dari demokrasi yang kita anut, sehingga pelaksanaannya sudah semestinya dihargai bersama.

Bila dilihat dalam Pilkada serentak yang digelar pada 9 April 2015 kemaren, menurut Direktur Eksekutif Skala Survei Indonesia (SSI) Abdul Hakim, dari 35 persen calon independen yang maju dalam Pilkada 2015 itu, sebanyak 14,4 persen calon independen menang dan sisanya kalah.

Dari gambaran survey diatas dapat dikatakan persentase kemenangan calon yang maju melalui jalur independent memang sedikit. Namun setidaknya survey tersebut menunjukkan bahwa calon independent juga memiliki peluang yang besar untuk memenangkan Pilkada.

Untuk Provinsi Kepri sendiri,beberapa wilayah sudah ada calon yang maju melalui jalur independen sewaktu Pilkada serentak tahun 2015 kemaren. Seperti di Pilkada Natuna yaitu Bupati Natuna Ilyas Sabli yang berpasangan dengan Wan Aris Munandar dan Dedianto yang berpasangan dengan M Yunus. Dan Pilkada Kabupaten Karimun, Raja Usman, walaupun pasangan calon independen tersebut tidak terpilih.

Harus diakui, untuk menjadi calon independen tidaklah mudah, karena sesungguhnya calon independen hanya memberi kesempatan kepada pemilik modal, pengusaha, dan orang-orang yang memiliki dukungan finansial yang memadai. Di samping itu, calon independen juga membutuhkan jaringan massa yang kuat dan terorganisir. Tanpa dukungan jaringan masa, calon independen tidak memiliki jangkauan yang luas untuk bisa memengaruhi masa ke lapisan masyarakat bawah.

Namun dari kesulitan itu, tentu juga ada nilai lebih yang dimiliki oleh calon independen, yaitu calon independen merupakan respentatif dukungan real masyarakat terhadap Pasangan Calon yang dibuktikan dengan dukungan KTP dan surat pernyataan dukungan.

Seorang yang mencalonkan diri melalui jalur independen langsung berhadapan dengan masyarakat yang akan memilihnya, sehingga banyak tidaknya dukugan dapat langsung terukur secara rill.

Berbeda halnya dengan calon dari partai yang belum tentu mencerminkan dukungan dan suara masyarakat secara rill. Bahkan lebih kepada dukungan dari para elit partai yang yang kemungkinan besar akan berbada dengan suara masyarakat.

Menurut Pasal 42 UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada tegas mengatakan, pasangan calon kepala dan wakil kepala daerah dapat diajukan secara perseorangan, apabila mereka dapat mengumpulkan dukungan berupa kartu identitas penduduk (KTP) sebanyak 6,5 hingga 10 persen dari total jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) dalam Pilkada sebelumnya. (menjadi 15-20 persen bila revisi UU No 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota dari jalur independent di setujui DPR).

Menurut keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 29 September 2015, calon perorangan harus kumpulkan KTP 10 persen di daerah dengan jumlah daftar pemilih tetap sampai 2.000.000 orang, 8,5 persen di daerah, dengan DPT antara 2.000.000 dan 6.000.000 orang, 7,5 persen di daerah denngan DPT antara 6.000.000-12.000.000 orang, dan 6.5 persen di daerah dengan DPT di atas 12.000.000 orang.

Jumlah DPT (Daftar Pemilih Tetap) Kota Tanjungpinang berdasarkan pemilihan Gubernur tahun 2015 kemaren, sebanyak 146. 207. Artinya, jika sepasang bakal calon ingin mengajukan diri untuk maju dalam bursa Walikota dan Wakil Walikota Tanjungpinang pada 2018 lewat jalur indepen, pasangan tersebut harus memiliki setidaknya 10 persen atau sekitar 14.620,7 KTP.

Jalur independen diperlukan dalam pemilihan Walikota dan Wakil Walikota di Tanjungpinang pada tahun 2018 nanti. Menurut hemat penulis sangat diperlukan, karena selain memberikan warna tersendiri dalam system demokrasi di Kota Tanjungpinang yang selama ini memilih pemimpin melalui jalur partai politik, juga memberikan ruang yang besar kepada warga masyarakat yang memiliki niat yang tulus, untuk membangun Kota Tanjungpinang.

Selain itu juga adanya calon independen dalam pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Tanjungpinang, nantinya merupakan sesuatu yang sedang ditunggu adanya fakta baru, bahwa tanpa dukungan satu partai politik atau koalisi partai politik, seseorang bisa maju menjadi kepala daerah. Karena sesungguhnya kemenangan atau kekalahan ditentukan oleh rakyat dan rakyatlah yang memilih.

Komentar