Ditulis: Aref Samsudin
Jurusan: Ilmu Administrasi Negara Mahasiswa:Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH).
Opini, Tuah Kepri – Ibarat virus, korupsi termasuk gampang -gampang susah dimusnahkan dan belum ada vaksin anti korupsi yang sanggup meredam penyebaran virus tersebut, sampai ke akar -akarnya. Lembaga superbodi sekelas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun, belum mampu menghentikan budaya korupsi. Tanpa disadari, korupsi muncul dari kebiasaan yang dianggap lumrah dan dianggap wajar oleh masyarakat. Tindakan memberi hadiah kepada pejabat atau pegawai negeri, bahkan keluarganya, sebagai imbal jasa sebuah pelayanan dipandang lumrah sebagai bagian dari budaya ketimuran.
Pengertian korupsi, sebenarnya telah dimuat secara tegas dalam Undang -Undang (UU) Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagian besar pengertian korupsi di dalam UU itu dirujuk dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang lahir sebelum negara ini merdeka. Jika merujuk UU No 31/1999 juncto UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Korupsi.
Kebiasaan berperilaku koruptif yang selama ini dianggap sebagai hal wajar dan lumrah, dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi. Pemberian gratifikasi atau pemberian hadiah kepada penyelenggara negara dan berhubungan dengan jabatannya, jika tidak dilaporkan ke KPK, dapat menjadi salah satu bentuk tindak pidana korupsi. Instruksi Presiden No 7/2015 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi, dalam inpres itu terdapat 96 butir aksi yang harus dilaksanakan selama tahun 2015. Inpres yang ditujukan kepada kementerian atau lembaga serta pemerintah daerah itu dimaksudkan untuk memaksimalkan pelayanan kepada masyarakat dan membentengi kebijakan dari tindak pidana korupsi.
Terkait hal itu, presiden berharap agar aksi dilakukan dengan sebaik-baiknya, tak sekadar formalitas. Melalui inpres itu, Presiden juga meminta dihilangkannya pungutan liar dan birokrasi yang berbelit. Persoalannya sederhana, korupsi sudah ada sejak republik ini berdiri. Perilaku koruptor sudah sangat sulit dilenyapkan karena telah mendarah daging berpuluh tahun. Mereka (koruptor) memiliki beribu modus operandi untuk menggangsir uang negara. Lainnya tindak pidana umum, pelaku korupsi selalu berada selangkah di depan penegak hukum.
Korupsi adalah kegiatan atau aktivitas oleh lembaga ekstra-legal yang digunakan individu-individu ataupun kelompok-kelompok untuk mendapat pengaruh terhadap kebijakan dan tindakan birokrasi, di Provinsi Kepri sendiri, masih banyak koruptor yang masih belum bisa di susut sampai ke akar-akarnya, koruptor masih mendapat perlakuan khusus. Mulai dari tingkat penyidikan, vonis pengadilan, hingga saat menyandang status sebagai narapidana, mereka tetap memperoleh perlakuan yang lebih baik, dibandingkan dengan pelaku tindak pidana khusus lainnya.
Pada tahun 2012 ada beberapa pejabat Kepri terjerat korupsi, terutamnya pajabat di Pemerintahan Kabupaten Kepulauan Anambas, mantan Kepala Dinas Pariwisata Anambas, Raja Ishak dan Pelaksana kegiatan proyek Master Plan, Dewi Khuraisin dalam kasus korupsi kegiatan jasa Master Plan pengembangan kawasan wisata di Kabupaten Kepulauan Anambas pada tahun 2012.
Jadi, jangan bermimpi vaksin anti korupsi akan mampu membasmi virus korupsi yang telanjur menggerogoti sel, darah, dan daging. Negara ini membutuhkan kesanggupan berbagai pihak untuk membentuk sistem, budaya dan watak generasi yang benar-benar bersih agar virus korupsi tidak menjangkit.
Sumber: http://batam. tribunnews.com /2016/03/15/tuntutan-dewi-lebih-berat-dari-raja-ishak-dalam-kasus-dugaan-korupsi-pengembangan-wisata-anambas.
Komentar