Suku Kubu Sisa Sampah Primitif Industri Hutan Dan Perkebunan

opini907 views

Opini, Tuah Kepri – Semenjak saya dilahirkan di bumi nan fana ini, hingga dewasa seperti sekarang ini, hampir tidak pernah ditemukan bentuk primitif dalam setiap aspek kehidupan saya, mulai dari bangun tidur, proses saya mendapatkan makanan dan minuman, kemudian kemanapun saya akan pergi ada kendaraan yang sedia ditumpangi, pesawat, mobil, sepeda, kereta api, kapal dan lain sebagainya.

Jadi bentuk primitif itu sendiri bagi saya hanya saya kenal dari kamus bahasa indonesia, dan kamus berbagai bahasa lainnya, menurut beberapa kawan yang tamatan antropologi, untuk menemukan bentuk primitif yang sebenarnya dalam perspektif peradaban keduniawian sekarang, kita bisa mencobanya dengan cara menumpang hidup di komunitas suku-suku primitif.

Maka dari itu hingga sekarang bentuk primitf yang saya kenal, berdasarkan pengamatan dan penterjemahan langsung terhadap kehidupan suku kubu di Dharmasraya, sebagaimana yang pernah saya lihat.

Ternyata ketika mengamati kehidupan suku kubu itu sendiri, juga tidak saya temukan bentuk primitif yang sesungguhnya, mereka sekarang makannya beras dan untuk lauk pauknya barulah mereka memakan hasil buruannya, dan untuk perihal beras ini sepertinya mereka sangat konsumtif.

Suku kubu tidak mencoba menanam padi sebagaimana yang dilakukan oleh orang luar, namun tentu saja kita bisa berasumsi dengan daging hewan buruanpun mereka bisa bertahan hidup, karena itu ketergantungan suku kubu terhadap hutan dan ketersediaan hewan buruan, adalah bagian dari budaya suku kubu.

Budaya primitif suku kubu mungkin sudah tergerus oleh pola konsumtif mereka, dimulai semenjak mereka intens berinteraksi dengan orang luar, dan mengenal beras sebagai makanan pokoknya.

Untuk semua sumber daya yang terdapat di sepanjang wilayah penyebaran suku kubu, termasuk budaya suku kubu itu sendiri, kita sepertinya telah kehilangan satu, yakni budaya bertahan hidup suku kubu yang sesungguhnya, ketika mereka belum berinteraksi dengan orang luar.

Ini salah satu dampak nyata deforestry terhadap keberlangsungan hidup suku kubu, membasmi semua hal yang terdapat di dalam hutan, pohon, manusia dan budayanya.

Adakah sesuatu yang salah terhadap budaya primitif suku kubu ini? Atas nama kemanusiaan tentu saja tidak ada yang salah, namun kita tentu pula mahfum, menghilangkan dengan sengaja tempat penghidupan suatu komunitas manusia, merupakan bagian dari penghilangan hak asasi mereka untuk hidup, di bumi manapun mereka tinggal mereka memiliki hak untuk hidup.

Tentang hak asasi manusia ini, seolah kita melupakan apa yang telah menjadi sebab, mengapa suku kubu sekarang tersebar di pinggir-pinggir jalan, dan terkadang meresahkan masyarakat luar karena mengemis dengan cara memaksa, semua itu akibat hak untuk dapat hidup di dalam pedalaman hutan riau, jambi dan sumatera barat sana, telah di hapuskan secara sistematis terselubung, atau mungkin ini sesuatu yang terlewatkan oleh pejuang HAM.

Suku kubu di Kabupaten Dharmasraya, berasal dari hutan Provinsi Jambi, Marni (orang kubu) sendiri pernah mengatakan demikian kepada saya, karena mereka tidak paham dengan batas teritorial sebuah provinsi, bagi mereka ketika hutan di tempat asalnya di gerus oleh berbagai aktifitas industri, mereka berpindah ke hutan yang lain untuk mencari penghidupan.

Hasrat manusia beradab terlampau tinggi sehingga tidak peduli, bahwasanya di dalam hutan juga terdapat kebudayaan manusia lain, meski kebudayaan ini diterjemahkan berbagai kamus sebagai budaya primitif.

Maka pada akhirnya saya sampai kepada sebuah kesimpulan sementara, budaya primitif tidak pernah mendapat tempat di sepanjang kawasan hutan tempat suku kubu terakhir tersisa, kesimpulan yang teramat kejam sesungguhnya, dimana hal itu mengartikan, saya, kita, dan semua manusia yang mengaku beradab disepanjang kawasan tersebut, membiarkan suatu kelompok manusia perlahan-lahan ditelan peradaban, tanpa sebuah solusi yang konsisten.

Untuk hal apapun yang kita saksikan sekarang pada suku kubu, adalah budaya mereka yang baru, sebutlah apa saja, beras misalnya, beras mereka dapatkan dengan membelinya dari orang luar, sepeda motor, phonsel, brah, lipstik, vitamin untuk rambut rebonding, gelang emas, jam tangan, dan mobil yang mereka punya, hanya karena mereka tidak memiliki rumah tempat tinggal tetap, bukan berarti mereka berada dalam budaya primitif yang sesungguhnya.

Diluar dari toleransi kebudayaan manusia diatas, jika seandainya suku kubu adalah sisa sampah hutan yang telah ditebang untuk kebutuhan pangan dan industri perkebunan, maka saatnya untuk memberikan sebuah solusi, layaknya sampah, harus ada tempat pembuangan yang sesuai agar tidak mengganggu ketentraman hidup manusia yang sudah beradab.

Ditulis Oleh : Zulfadli Adha, SP

Komentar