Tanjungpinang, (TK) –
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kepri mengatakan komoditas makanan yang paling penting bagi penduduk miskin di Provinsi Kepri adalah beras.
“Pada September 2015, sumbangan pengeluaran beras terhadap Garis Kemiskinan makanan sebesar 20,77 persen di perkotaan dan 23,76 persen di pedesaan,” kata Dumangar Selasa (5/1).
Selain beras, katanya komoditas makanan lain yang berpengaruh cukup besar terhadap Garis Kemiskinan makanan dalah rokok kretek filter (10,14 persen di perkotaan dan di pedesaan12,54 persen.
Kemudian disusul telur ayam ras (6,12 persen di perkotaan, 5,85 persen di pedesaan) dan daging ayam ras (6,16 persen di perkotaan dan 4,79 persen di pedesaan.
.
Sementara untuk komoditas bukan makanan, menurutnya biaya perumahan mempunyai peranan yang cukup besar terhadap Garis Kemiskinan Bukan Makanan yaitu 31,69 persen di perkotaan dan 38,11 persen di pedesaan.
Komoditas bukan makanan lainnya yang berpengaruh cukup besar pada Garis Kemiskinan Bukan Makanan antara lain: biaya yang dikeluarkan untuk listrik 13,98 persen di perkotaan dan 13,32 persen di pedesaan. Bensin 12,06 persen di perkotaan dan 8,26 persen di pedesaan dan pendidikan 6,22 persen di perkotaan dan 4,29 persen di pedesaan.
Bila dilihat dari Indeks kedalaman kemiskinan dan Indeks keparahan kemiskinan, untuk persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin.
“Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan,” kata Dumangar.
Pada periode Maret 2015 – September 2015, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan adanya perubahan.
“Indeks kedalaman kemiskinan turun 0,101 poin dari 0,965 pada Maret 2015 menjadi 0,864 September 2015. Hal serupa terjadi pada Indeks Keparahan Kemiskinan yang juga mengalami penurunan, dari 0,245 pada Maret 2015 menjadi 0,232 pada September 2015,” ucapnya.
Sementara kata Dumangar, sumber data untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Head Count Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk. (AFRIZAL).
Komentar