BINTAN, TUAHKEPRI– Warga Kabupaten Bintan kini kebingungan dengan pelayanan di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bintan. Pasalnya, pengajuan pemisahan dan pemecahan sertifikat tanah ditunda sementara waktu tanpa adanya kejelasan.
Setiap kali warga hendak mengajukan permohonan terkait hal tersebut, petugas loket langsung menolak dengan alasan sementara waktu belum bisa diproses.
“Kami bingung, saat kami akan melakukan pengajuan pemisahan atau pemecahan di loket Pelayanan Kantor BPN Bintan, petugasnya langsung mengatakan bahwa untuk sementara belum bisa atau ditolak secara halus tanpa penjelasan lebih lanjut,” ujar salah seorang warga Desa Kelong, Bintan Pesisir, pada Rabu (12/2/2025).
Warga tersebut mempertanyakan dasar dari penundaan pelayanan tersebut, mengingat tidak ada surat edaran ataupun peraturan yang menjelaskan alasan penghentian sementara pemisahan dan pemecahan sertifikat tanah di Kabupaten Bintan.
“Kalau memang menunda pelayanan tersebut, harus ada dasar yang kuat agar masyarakat menjadi tahu dan paham. Kebijakan seperti ini seharusnya disosialisasikan terlebih dahulu sebelum diberlakukan,” keluhnya.
Tiga Bulan Tak Ada Kepastian.
Hal serupa dialami Rio, warga Bintan yang hendak mengajukan pemisahan sertifikat tanah kavlingan yang dibelinya. Sejak Oktober 2024, ia terus mencoba mengajukan pemisahan sertifikat untuk keperluan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), namun hingga kini belum ada kejelasan.
“Sudah hampir empat bulan saya mengajukan untuk mengurus PBG, tetapi BPN Bintan selalu menolak dan mengatakan belum bisa,” ujar Rio yang berencana membangun rumahnya di atas tanah tersebut.
Pelayanan Terhenti Sejak Pergantian Kepala BPN Bintan.
Warga menduga pelayanan pemisahan dan pemecahan sertifikat terhenti sejak pergantian Kepala Kantor (Kakan) BPN Bintan dari Benny Riyanto kepada Suwandi Prasetyo. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai kebijakan dan kemampuan Suwandi Prasetyo dalam memimpin BPN Bintan.
Padahal, menurut warga, belum ada peraturan baru dari Menteri ATR/BPN yang melarang atau menunda pelayanan pemisahan dan pemecahan sertifikat tanah.
Aturan terkait hal ini masih merujuk pada Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 12 Tahun 2020 yang mengatur pemecahan tanah di kawasan Lahan Sawah Dilindungi (LSD), pemecahan tanah maksimal 5 bidang untuk perseorangan, dan lebih dari 5 bidang untuk badan hukum, serta pemisahan tanah untuk keperluan pembebasan lahan jalan.
Berkas Tak Kunjung Selesai, Warga Resah.
Tidak hanya Rio, Nur, warga Kelurahan Kijang Kota, Kecamatan Bintan Timur juga mengalami hal yang sama. Berkas pengajuan pemisahan tanah seluas 400 m² atas nama Ponirah yang dinyatakan lengkap sejak 1 Juli 2024, hingga kini belum selesai.
“Saya orang susah pak, dari Kijang ke BPN Bintan jauh, harus carter atau bayar ojek. Mohon kepada Kepala BPN Bintan dan petugasnya untuk membantu menyelesaikan berkas saya,” ujar Nur sambil meneteskan air mata.
Nur berharap petugas BPN Bintan dapat memberikan kepastian waktu penerbitan sertifikat sesuai dengan SOP yang berlaku. Ia mengaku sangat tidak nyaman dengan pemilik sertifikat awal, mengingat sudah lima bulan berkasnya tidak kunjung selesai.
Ganggu Investasi dan Pendapatan Daerah.
Penundaan pelayanan pemisahan dan pemecahan sertifikat tanah ini tidak hanya meresahkan warga, namun juga berdampak pada pendapatan daerah. Penerimaan pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan (BPHTB) menjadi terhambat, yang pada akhirnya mengganggu perputaran ekonomi dan investasi di Kabupaten Bintan.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari pihak Kantor BPN Kabupaten Bintan terkait alasan penundaan pelayanan pemisahan dan pemecahan sertifikat tanah. Warga berharap Kepala BPN Bintan, Suwandi Prasetyo, segera memberikan penjelasan dan solusi atas permasalahan ini. (AAL).
Editor : Rizal.
Komentar