Perpres 82 Tahun 2018 Sempurnakan Payung Hukum JKN-KIS

Tanjungpinang153 views

Tanlungpinang, Tuah Kepri – Menuju tahun 2018 kahadiran Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 2 Tahun 2018, membawa angin segar bagi implementasi Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).

Tidak hanya menyatukan sejumlah regulasi yang awalnya diterbirtkan masing-masing instansi, Perpres ini juga menyempurnakan aturan sebelumnya.

Kepala Bidang SDM, Umum dan Komunikasi Pubik BPJS Kesehatan Cabang Tanjungpinang, Agusrianto menerangka, Perpres tersebut menjabarkan beberapa penyesuaian aturan di sejumian aspek. Secara umum ada beberapa hal yang perlu dketahui masyarakat.

Seperti untuk Pendaftaran Bayl Baru Lahir. Kata Agus, dalam Perpres Nomor 82 Tahun 2018, bayi baru lahir dari peserta JKN-KIS wajib didaftarkan ke BPJS Kesehatan paling lama 28 hari sejak dilahirkan. Aturan ini mulal berlaku 3 bulan sejak Perpres tersebut dundangkan. Jika sudah didaftarkan dan iurannya sudah dibayarkan maka bayi tersebut berhak memperoleh jaminan pelayanan kesehatan sesuai dengan prosedur dan katentuan yang berlaku. Khusus untuk bayi yang dilahirkan dari peserta Penerima Bantuan iuran (PB), maka secara otomatis status kepesertaannya mengikut orang tuanya sebagai peserta PBl.

” Untuk bayi yang diahirkan bukan dan pesorta JKN-KIS maka diberlakukan ketentuan pendaftraan peserta, Pekerja Bukan Penerima Upan (PBPU) pada umumnya yaitu proses vorifikasi pendaftarannya memerlukan 14 hari kalender, dan setelah melewati rentang waktu itu, urannya baru bisa dibayarkan. Oleh karenanya, kami mengimbau para orang tua untuk segera mendatarkan diri dan keluarganya menjadi peserta JKN-KIS agar proses pendataran dan penjaminan sang bayi lebih praktis,” kata Agus,Rabu (19/12/2018).

Kemudian Status Kepesertaan bagi Perangkat Desa. Kehadiran Perpres ini juga membuat status kopesertaan JKN-KIS bagi Kepala Desa dan Perangkat Desa menjadi lebih jelas. Kedua jabatan tersebut ditetapkan masuk dalam kelompok peserta JKN KIS segmen Pekerja Penerima Upah (PPU) yang ditanggung oleh pemerintah.

” Perhitungan urannya sama dengan perhitungan iuran bagi PPU tangunggan pemerintah lainnya, yaitu 2 persen dipotong dan penghasilan peserta yarg bersangkutan dan 3 persen dibayarkan oleh pemerintah,” ucap Agus.

Selanjutnya untuk Status Peserta yang ke Luar Negeri dan ini mash terkait kepesertaan. Dalam Perpres tersebut katanya juga dijelaskan bahwa seorang Warga Negara Indonesia (WNI) yang sudah merjadi peserta JkN-KIS dan tinggal di luar negri selama 6 bulan berturu-turut, dapat menghentikan kepesertannya sementara Selama masa penghentian sementara itu, ia tidak mendapat manfaat jaminan BPJS Kesehatan.

“Jka sudah kembali ke Indonesia, peserta tersebut wajb melapor ke BPJS Kesehatan dan membayar iuran paling lambat 1 bulan sejak kembali ke Indonesia. Jika sudah lapor, ia pun berhak memperoleh kembali jaminan kesehatan. Aturan ini dkecualikan bomagi peserta dan segmen PPU yang masih mendapatkan gaji di Indonesia,”ujar Agus.

Kemudian aturan suami istri sama-sama bekerja. Jika ada pasangan suami istri yang masing-masing merupakan pekerja, maka keduanya wajib didaftarkan sebagai peserta JKN-KIS segmen PPU oleh masing-masing pemberi kerja, baik pemerintah ataupun swasta. Keduanya juga harus membeyar iuran sesuai dengan ketebtuan yang berlaku. Suami dan istri tersebut berhak memilih kelas perawatan tertinggi.

“Jka pasangan suami istri tersebut sudah mempunyai anak, maka untuk hak kelas rawat anaknya dapat ditetapkan sejak awal pendaftaran dengan memilih kelas rawat yang paling tinggi,” ucap Agus.

Lalu untuk Tunggakan luran.Dalam Perpres tersebut juga memberi ketegasan mengenai denda bagi peserta JKN-KIS yang menunggak Status kepesertaan JKN KIS seseorang dinonaktifkan jika ia tidak melakukan pembayaran iuran bulan berjalan sampai dengan akhir bulan, apalagi bila ia menunggak lebih dari 1 bulan Status kepesertaan JKN-KIS peserta tersebutakan diaiktian kembal. Jika ia sudah membayar iuran bulan tertunggak, paing banyak untuk 24 bulan. Ketentuan ini berlaku mulai 18 Desember 2018.

” Kalau dulu hanya dihitung maksimal 12 bulan. Sakarang diketatkan lagi aturannya menjadi 24 bulan. Ilustrasinya, peserta yang pada saat Perpres ini berlaku telah memiiki tunggakan iuran sebanyak 12 bulan, maka pada bulan Januari 2019 secara gradual tunggakanyaa akan bertambah menjadi 13 bulan dan seterusnya pada bulan berikutnya, sampai maksimal jumlah tunggakanya mencapai 24 bulan, ” jelas Agus.

Lanjut untuk Denda Layanan. Untuk denda layanan diberikan jika peserta terlambat melakukan peserta tersebut, menjalani rawat inap di Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) dalam waktu sampai dengan 45 hari sejak status kepesertaarnya aktif kembali, maka ia akan dikenakan denda layanan sebesar 2,5 persen dan biaya diagnosa awal INA.CBG’s. Adapun besaran denda pelayanan paling tinggi adalah Rp 30 juta.

“Ketentuan denda layanan dkecualikan untuk peserta PBI, peserta yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah dan peserta yang tidak mampu. Kotentuan ini bukan untuk memberatkan peserta, tapi lebih untuk mengedukas peserta agar lebih disiplin dalam menunaikan kewajbannya membayar iuran bulanan. Jangan lupa, di balk hak yang kita perolah berupa manfaat jaminan kesehatan ada kewajiban yang juga harus dipenuhi,” kata Agus.

Aturan JKN-KIS Terkait PHK Sesuai dengan Perpres Nomor 82 Tahun 2018, peserta JKN-KIS dari segmen PPU yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), tetap memperoleh hak manfaat jaminan kesehatan paling lama 6 bulan, tanpa membayar iuran. Manfaat jaminan kesehatan tersebut dberikan berupa manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III.

Agus menjelaskan, PHK tersebut harus memenuhi 4 kriteria.
A. PHK yang sudah ada putusan pengadlan hubungan industrial, dibuktikan dengan putusan/akta pengadilan hubungan industrial.

B. PHK karena pangabungan perusahan dbuátkan dengan akta notaris.

C. PHK karena perusahaan pailt atau mengalami kerugian, dibuktikan dengan putusan kepalitan dari pengadilan.

D. PHK karena pekerja mengalami sakit yang berkepan jangan dan tidak mampu bekerja dibuktikan dengan surat dokter.

” Apabila terjadi sengketa atas PHK yang diajukan melalui lembaga peryelesaian perselisihan hubungan industrial, maka bak pemberi kerja maupun pekerja harus tetap melaksanakan kewajiban membayar luran sampal dengan adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap,” tegas Agus.

Jika peserta yang mengalami PHK tersebut telah bekerja, maka ia wajib kembali momperpanjang status kepesertaannya dengan membayar iuran. Sementara jika ia tidak bokerja lagi dan tidak mampu, maka selanjutnya ia akan didaftarkan menjadi peserta PBI.

Agus menyebutkan, Program JKN-KIS merupakan amanah negara yang harus dipikul bersama BPJS Kesehatan tidak dapat berdiri sendiri mengolola program jaminan kesehatan dengan jumlah peserta terbesar di dunia ini. Masing-masing pihak memiliki peran penting untuk memberikan kontribusi sesuai dengan otoritas dan kemampuannya.

“Perpres Nomor 82 Tahun 2018 juga mendorong kementerian, lembaga, dan para pemangku lainnya untuk melakukan perbaikan di berbagai aspek, mulai dari sisi pelayanan kesehatan, manajemen sistem rujukan, pengawasan terhadap pelayanan kesehatan, koordinasi manfaat, koordinas penjaminan pelayanan, hingga mengoptimalkan upaya efisiensi dan efektivitas pelaksanaan Program JKN-KIS. Dengan adanya landasan hukum baru tersebut, semoga peran kementerian atau lembaga terkait, Pemerintah Daerah, manajemen fasilitas kesehatan, dan stakeholder lainnya yang terlibat dalam mengelola JKN-KIS bisa kian optimal,” harapnya. (ZAL).

Komentar