Jakarta, Tuah Kepri – Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral RI dalam siaran pers, menjelaskan Kontrak Karya PTFI dan AMNT berubah menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi. Inilah isi siaran Pers tersebut.
KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA
SIARAN PERS
NOMOR: 00021.Pers/04/SJI/2017
Tanggal: 10 Februari 2017
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah memberikan persetujuan atas permohonan pengajuan perubahan pengusahaan pertambangan Kontrak Karya (KK) PT Freeport Indonesia (FI) dan PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi Mineral Logam. Dengan demikian, KK PT FI dan PT AMNT dapat segera menjadi IUPK.
“Perubahan bentuk pengusahaan ini merupakan milestone penting dari implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 tahun 2017 tentang Perubahan Ke-4 Atas PP Nomor 23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara dan produk hukum turunannya,” ungkap Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Bambang Gatot Ariyono, di Jakarta, Jumat (10/2).
Sebelumnya, PT FI telah mengajukan surat permohonan perubahan bentuk pengusahaan menjadi IUPK Operasi Produksi melalui surat Presiden Direktur Nomor 564/OPD/I/2017 tanggal 26 Januari 2017 perihal Permohonan Perubahan Bentuk Pengusahaan Pertambangan.
Sementara itu, PT AMNT mengajukan surat permohonan tersebut melalui surat Dewan Direksi Nomor 216/PD-RM/AMNT/I/2017 tanggal 7 Februari 2017 perihal Permohonan Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi PT Amman Mineral Nusa Tenggara.
Persetujuan tersebut dikeluarkan setelah PT FI dan PT AMNT melengkapi persyaratan untuk menjadi IUPK Operasi Produksi sesuai dengan ketentuan Pasal 20 Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 5 tahun 2017 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian dalam negeri. Persyaratan tersebut, antara lain: peta dan batas koordinat wilayah; bukti pelunasan iuran tetap dan iuran produksi dan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB). “Kedua perusahaan tersebut sudah melengkapi segala persyaratan yang ditentukan oleh Pemerintah,” ujar Bambang.
PT FI dan PT AMNT telah memenuhi persyaratan sesuai ketentuan Undang-Undang (UU) Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara bahwa luas Wilayah IUPK Operasi Produksi Mineral Logam tidak lebih dari 25.000 Hektar. Hasil evaluasi, PT FI telah memenuhi persyaratan untuk diberikan IUPK Operasi Produksi dengan luas wilayah 9.946,12 hektar, sedangkan PT AMNT dengan luas wilayah 25.000 hektar.
Setelah menjadi perusahaan dengan IUPK, maka PTFI dan PT AMNT dapat mengajukan permohonan rekomendasi ekspor produk hasil pengolahan sesuai dengan ketentuan Permen ESDM Nomor 6 tahun 2017.
Permen ESDM Nomor 5 tahun 2017 dan Nomor 6 tahun 2017, sebagai aturan turunan dari PP Nomor 1 tahun 2017, diterbitkan guna mengatur secara teknis dan rinci pelaksanaan peningkatan nilai tambah mineral melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri.
Pemerintah, lanjut Bambang, berkomitmen untuk terus menciptakan iklim investasi yang kondusif dan menerapkan tata kelola sektor pertambangan mineral dan batubara yang baik. “Kembali kami tegaskan bahwa PP Nomor 1 tahun 2017 dan peraturan turunannya diterbitkan dalam rangka memberikan peningkatan nilai tambah mineral logam, sehingga memberikan manfaat yang lebih besar bagi Negara,” pungkas Bambang.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan
Informasi Publik, dan Kerja Sama
Sujatmiko
Untuk keterangan lebih lanjut dapat menghubungi Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Sujatmiko (08128016414).
(Sumber Kementrian ESDM).
PP No. 1 Tahun 2017: Perpanjangan Izin Tambang Bisa Diajukan 5 Tahun Sebelum Berakhir
Berita sebelumnya dengan pertimbangan dalam rangka pelaksanaan peningkatan nilai tambah mineral logam melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral logam sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 4/2009, Presiden Joko Widodo pada 11 Januari 2017 telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Dalam PP baru itu, pemerintah menegaskan ketentuan bahwa pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang sahamnya dimiliki oleh asing untuk melakukan divestasi saham sampai 51% secara bertahap.
“Tahapan divestasi yakni, tahun keenam 20% (dua puluh persen), tahun ketujuh 30% (tiga puluh persen), tahun kedelapan 37% (tiga puluh tujuh persen), tahun kesembilan 44% (empat puluh empat persen) dan tahun kesepuluh 51% (lima puluh satu persen) dari jumlah seluruh saham,” bunyi Pasal 97 ayat (2) PP tersebut.
Menteri ESDM Ignasius Jonan menyebutkan, divestasi 51% ini penting karena instruksi Presiden. “Dengan diterapkannya PP ini, semua pemegang kontrak karya dan IUPK dan sebagainya itu wajib tunduk kepada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba yang wajib itu melakukan divestasi saham sampai 51% sejak masa produksi,” kata Jonan di Jakarta, Kamis (12/1)
Selain itu dalam PP No. 1 Tahun 2017, pemerintah juga merubah jangka waktu permohonan perpanjangan untuk izin usaha pertambangan (IUP) dan izin usah pertambangan khusus (IUPK), paling cepat 5 (lima) tahun sebelum berakhirnya jangka waktu izin usaha, dan paling lambat satu tahun sebelum berakhirnya jangka waktu IUPK Operasi Produksi.
Permohonan perpanjangan sebelumnya diajukan paling cepat dua tahun sebelum izin operasi tambang berakhir, menurut Menteri ESDM, tidak cukup untuk pengembangan investasi tambang. “Perubahan jangka waktu permohonan perpanjangan untuk IUPK paling cepat lima tahun dari berakhirnya izin usaha,” ujarnya.
Dalam PP ini, pemerintah mengatur tentang harga patokan penjualan mineral dan batubara.
Selain itu, melalui PP ini, pemerintah juga mewajibkan pemegang kontrak karya itu untuk merubah izinnya menjadi rezim perijinan pertambangan khusus operasi produksi.
PP ini juga menghapus ketentuan bahwa pemegang KK yang telah melakukan pemurnian dapat melakukan penjualan hasil pengolahan dalam jumlah dan waktu tertentu.
Sedangkan pengaturan lebih lanjut terkait tata cara pelaksanaan Peningkatan nilai tambah dan penjualan mineral logam, menurut PP ini, akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri. (Sumber Humas Kementerian ESDM/ES)
Komentar