Tanjungpinang, Tuah Kepri – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III Fraksi PDI P Dapil Kepulauan Riau (Kepri), Hj Dwi Ria Latifa SH. M.Sc melakukan sosialisasi Undang Undang UU Perlindungan Anak kepada warga RT3 RW 2 Kelurahan Air Raja Tanjungpinang, Sabtu (29/4),di Gedung Pertemuan RT3 Kelurahan Air Raja Tanjungpinang.
Kunjungan ini merupakan reses dan juga dalam rangka mensosialisasi UU Perlindungan Anak di dapilnya yaitu dapil Kepri. Karena ia mendapat informasi dari Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Kepri, banyak laporan tentang kasus anak. Seperti, kasus penyimpangan seksual, perkosaan, kekerasan terhadap anak.
“Jadi ibu – ibu jangan takut, kalau ada anaknya jadi korban. Silahkan laporkan kepada pihak Kepolisan dan kalau ibu takut, silahkan laporkan ke KPPAD Kepri yang ada di Tanjungpinang ini,” kata Dwi Ria Latifa kepada seluruh warga RW2 RT3 Kelurahan Air Raja Tanjungpinang.
Karena berdasarkan hal tersebut, katanya melakukan sosialisasikan kepada Dapilnya yaitu Dapil Kepri tentang UU Perlindungan anak. “Kardna anak-anak kita masa depan bangsa, untuk kita wajib kita lindungi mereka, ” ucap Dwi yang pernah juga menjadi pengacara.
Dwi Anggota DPR RI Komisi III ini menjelaskan secara detil, seorang anak tidak hanya masa depan keluarga, tapi juga masa depan bangsa dan negara. Oleh karena itu penting sekali bagi keluarga, masyarakat dan negara, untuk memberikan perhatian besar bagi segala bentuk upaya perlindungan anak, baik berupa perlindungan terhadap fisiknya dan psikologis.
Walaupun telah dilakukan berbagai upaya untuk melakukan perlindungan terhadap anak, namun demikian jumlah pelanggaran terhadap anak ini masih kerap kali ditemui di berbagai daerah, termasuk di Provinsi Kepri. “Tindakan kekerasan itu baik terhadap fisik maupun phyisikis anak,” ucapnya.
Pemerintah dan lembaga penegak hukum serta masyarakat, dia menyampaikan, berkewajiban untuk mencegah pelanggaran hukum terhadap perlindungan anak. Oleh sebab itu, perlindungan anak menjadi hal penting untuk dipahami oleh orang tua, masyarakat, aparatur pemerintah dan penegak hukum.
Karena jaminan hukum untuk perlindungan analis, menurut Dwi, secara tegas telah diakui di dalam berbagai produk hukum di NKRI.Menurut Pasal 28B ayat (2) Undang- Undang Dasar (UUD) Negara RI Tahun 1945, secara tegas melindungi anak dengan menyatakan, “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”
Sedangkan peraturan perundang-undangan di bawah UUD 1945, yang memberikan perlindungan terhadap anak diantaranya: Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang direvisi melalui Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014, tentang perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, UU tentang No39/1999 tetang HAM, UU No.11 Tahun 2012 tentang Peradilan Anak, UU Tahun 1973 tentang Kesejahteraan Anak.
Kemudian berbagai produk perundang-undangan itu menunjukkan keseriusan pemerintah untuk memberikan jaminan terhadap perlindungan anak, baik menyangkut fisik dan physikisnya.Keberadaan UU tersebut sekaligus memberikan ruang bagi tumbuhnya kesadaran publik akan pentingnya perlindungan terhadap hak-hak anak maupun kesejahteraan anak.
Diantara produk hukum terkait perlindungan anak tersebut, kata dia, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak atau yang selanjutnya disebutkan dalam tulisan ini sebagai UU tentang Perlindungan Anak, merupakan produk undang-undang yang dinilai bertindak sebagai lex specialis terkait perlindungan anak,
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 mulai efektif berlaku pertanggal 18 Oktober 2014,memberikan nuasa dan perspektif baru dalam memandang usaha perlindungan anak.
“Diantaranya mendorong tanggung jawab dan kewajiban yang lebih besar pada negara, pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, keluarga dan orang tua atau wali dalam memberikan perlindungan anak. UU ini juga memberikan sanksi hukum yang lebih berat bagi tindak pidana terhadap anak,” ujarnya.
Sebelum membahas lebih lanjut beberapa hal terkait UU Perlindungan Anak ini, ucap Dwi, tentunya terlebih dahulu dipahami apa yang dimaksud dengan perlindungan anak. Perlindungan anak adalah segala usaha yang dilakukan untuk menciptakan kondisi agar setiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya, demi perkembangan dan pertumbuhan anak secara wajar baik fisik, mental dan sosial.
Kemudian mengingat maraknya kekerasan terhadap anak dan mencegah penyalahgunaan anak untuk kegiatan peredaran dan penggunaan narkoba, katanya, berdasarkan pasal 89 UU 35 Tahun 2014 telah menetapkan adanya hukuman mati bagi para pelaku yang melibatkan anak dalam berbagai bentuk kejahatan narkotika dan psikotropika berupa penyalahgunaan, serta produksi dan distribusi narkotika dan/atau psikotropika.
Bahkan selain itu, sambung Dwi Ria Latifa, melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak yang disahkan menjadi Undang-Undang, pemerintah menambah pidana pokok berupa pidana mati dan pidana seumur hidup sebagai bentuk sanksi, dengan tujuan untuk mengatasi fenomena kekerasan seksual terhadap anak, memberi efek jera terhadap pelaku, dan mencegah terjadinya kekerasan seksual terhadap anak.
“Ketentuan hukuman mati ini dapat dilihat pada Pasal 81 Ayat (5),” katanya.
Untuk memberikan penguatan terhadap sanksi hukum bagi pelaku kekerasan terutama kekerasan seksual terhadap anak, kata anggota DPR RI ini, Pemerintah dan DPR RI telah mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, untuk disahkan menjadi Undang-Undang.Didalamnya terdapat beberapa penerapan sanksi hukum baru bagi pelaku kekerasan terhadap anak, seperti adanya pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku serta adanya sanksi berupa kebiri kimia dan pemasaangan alat penditeksi elektronik yang tindakannya diputuskan bersamaan dengan pidana pokok.Ini dapat dilihat dari bunyi Pasal 81 (6) dan (7).
Adanya perubahan UU perlindungan dan Pengesahan Perppu nomor 1 tahun 2016 menjadi UU, kata Dwi lagi, merupakan perwujudan keinginan pemerintah dan DPR RI untuk mengkuatkan upaya perlindungan anak serta memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan terhadap anak. Sekaligus sebagai upaya mencegah adanya perilaku berulang dari pelaku kejahatan yang sama dan mencegah kemungkinan peniruan perilaku yang sama oleh orang lain.
Walaupun Perppu ini telah ditetapkan, namun demikian katanya ada beberapa hal yang masih harus diselesaikan oleh pemerintah guna melaksanakan ketentuan kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik ini, yaitu peraturan pelaksana/tekhnis lainnya yang saat ini belum diselesaikan.
“Oleh karena itu, diharapkan agar ketentuan dalam perppu dijalankan sesuai dengan prinsip kepastian hukum, maka pemerintah perlu segera mungkin menetapkan peraturan pelaksanaan dari ketentuan-ketentuan terkait dengan pelaksanaan kebiri dan pemasangan alat deteksi ini. Namun harus yang diingat, penerapan peraturan UU Perlindungan anak, khususnya terkait dengan penerapan ketentuan dalam Perppu yang telah disahkan menjadi UU ini harus memperhatikan penghormatan terhadap HAM, baik bagi pelaku maupun korban,” ucapnya. (AFRIZAL).
Komentar