Ibukota Kepulauan Riau  Perlu Pusat Dokumentasi dan Kajian Sastra

TANJUNGPINANG, TUAHKEPRI Sudah waktunya di Kota Tanjungpinang Ibu Kota Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), mempunyai wadah semacam Galeri Bahasa- Sastra untuk menjadi pusat pendokumentasian dan pengkajian karya- karya sastra dan bahasa kepengarangan Kepulauan Riau sejak Raja Ali Haji hingga kini dan masa mendatang.

Hal ini penting bagi Kepulauan Riau karena bidang bahasa dan sastra telah menjadikan wilayah ini terbilang di tingkat nasional dan internasional.

Demikian dikatakan sastrawan nasional, Abdul Kadir Ibrahim ketika menjadi pembicara pada Bincang Budaya dan Buka Bersama,  Haul ke-12 Hasan Junus yang ditaja PLS Sanggam, di Qozy Caffe, Tanjungpinang, Sabtu, 30 Maret 2024.

Bincang budaya tersebut juga menghadirkan Budayawan Melayu Rida K Liamsi, dengan Pemandu bicang Hosnizar Hood. Dihadiri puluan seniman, budayawan, akademisi dan peminat seni lainnya, antara lain Safarudin, Robby Patria, Yoan S Nugraha, Heru Untung L, dan Pimpinan Sanggam Pepy Chandra.

Abdul Kadir Ibrahim, yang akrab dipanggil Akib menambahkan, Pemerintahan di Kepulauan Riau hasil Pemilukada tahun 2024 mendatang, baik tingkat Provinsi Kepulauan Riau maupun Kabupaten dan Kota se- Kepulauan Riau, dipandang strategis untuk melakukan pembinaan dan pengembangan secara sungguh-sungguh bidang kebudayaan secara umum, kesenian secara khusus dan lebih khusus lagi bidang sastra.

” Mudah-mudahan, lahirnya Peraturan Daerah Provinsi Kepri tentang Pemajuan Kebudayaan Kepulauan Riau dapat menjadi dasar, dan acuan bagi Provinsi Kepulauan Riau dan Kabupaten dan Kota di Kepulauan Riau, pada benar-benar memfokuskan dengan anggaran yang pantas dalam bidang kebudayaan, khasnya bidang bahasa dan sastra, termasuk kesenian daerah, ” kata Akib.

Pada kesempatan tersebut, Akib menjelaskan pula tentang kaitan penting antara sosok Hasan Junus sebagai seorang budayawan Melayu dengan Kepulauan Riau.

Hasan Junus, secara langsung dan tidak langsung telah mengangkat dunia sastra di Kepulauan Riau setelah era Raja Ali Haji di Nusantara, dalam hal ini Indonesia dan beberapa negara ASEAN seperti Malaysia, Singapura, Thailan Selatan dan Brunei dan ke manca negara. Karerana itu, patutlah pula ada lembaga khusus untuk menjadi wadah Pusat Dokumentasi dan Studi Karya Hasan Junus.

Dalam kepengarangan, Akib yang juga dikenal sebagai Ketua Asosiasi Tradisi Lisan Provinsi Kepri, menjelaskan seorang Hasan Junus semasa hidupnya begitu terbuka dan menyediakan diri kepada siapa saja, termasuk pengarang masih berusia muda untuk berbincang tentang kebudayaan dan khsusnya lagi sastra.

“Beliau betah menjadi sang guru untuk menjelaskan kepada kita, apapun yang kita tanyakan. Bisa berjam -jam dan semua pendapatnya bersisi dan bernas, sehingga kita merasa  manfaatnya,” kata Akib.

Abdul Kadir Ibrahim, yang dikenal juga sebagai pengarang asal Natuna ini, mengakui kenal dekat dengan Hasan Junus, ketika awal masuk Bengkel Teater Bersama (BTB) Pekanbaru, yang bermarkas di Taman Budaya Riau, Tangkerang, dan tidak jauh dari rumah Hasan Junus.

“Semula saya kenal di situ dalam tahun 1989, karena beliau sering menyaksikan saya dan teman- teman berlatih pementasan teater, yang dipimpin oleh Dasri Al Mubary, ”
ucapnya

Akib merasa beruntung karena dapat bergaul rapat dengan Hasan Junus di Pekanbaru dari tahun 1989-1995, sekitar enam tahun. Kemudian ketika pindah di Midai, Natuna, dan benar- benar terputus hubungan budayawan tersebut 1995-1998, sekitar tiga tahun. Hubungan Akib dengan Hasan Junus kembali terjalin rapat, terutama lewat SMS atau telepon sejak tahun 2000, ketika Akib sudah tinggal di Tanjungpinang.

Dalam tahun 2001 terbit kumpulan cerita anak karya Akib berjudul Harta Karun. Buku tersebut, adalah naskah cerita anak yang berjudul “Kanak Segantang Pulau”, sebagai pemenang Nominasi Nasional Pusat Perbukuan Nasional, Jakarta, dari Provinsi Riau, 1997.

Buku cerita anak itu, diluncurkan di Gedung Biram Dewa, komplek Gedung Daerah, Tanjungpinang, dengan pembicara pada waktu peluncuran Hasan Junus. Diluncurkan oleh Bupati Kepulauan Riau H Abdul Manan Saiman, disaksikan Walikota Tanjungpinang Dra. Hj. Suryatati A Manan dan sejumlah seniman terkemuka di Tanjungpinang Hosnizar Hood, Tusiran Suseno, dan lain-lain.

“Terakhir saya berbibcang akrab dengan beliau di kediamannya  di Pekanbaru bersama Pemimpin Redaksi Harian Pekanbaru Pos, Sutrianto, selepas Shalat Isya tahun 2010, menjelang dilaksanakannya helat akbar nasional Temu Sastrawan Indonesia (TSI) III, di Tanjungpinang. Beliau kita minta menjadi pembicara utama, tetapi beliau tidak bisa hadir karena kesehatan tidak memungkinkan. Dan saya kebetulan menjadi Kadis Bupar Kota Tanjungpinang, bertindak sebagai Penanggung Jawab Acara, dengan Nahoda Pemunca Walikota Tanjungpinang Hj Suryatati A Manan. Dengan Tim Penata/ Penyelenggara Acara di lapangan yang tangguh Husnizar Hood dkk. Hasan Junus adalah tokoh pemantik kepengarang Kepualaun Riau dan Riau setelah Raja Ali Haji,” kata Akib.

Akib, yang sudah pernah mendapat beberapa panghargaan sastra di tingkat lokal, nasional dan internasional ini, menambahkan tentang beberapa hal yang dapat dipetik dari Hasan Junus. Dipahami, Hasan Junus menakankan,  jikalah ingin menjadi seorang pengarang yang bukan hanya karya tulisnya memberi faedah dan manfaat kepada orang lain, tetapi sekaligus batang tubuhnya untuk aktivitas dan kreativitas sastra, maka mesti banyak membaca dan luas  pembacaan.

Perlu dicontoh dan diikuti bagaimna ketekunan Hasan Junus di dalam memberi laluan kepada karya sastra, antara lain sedia menjadi pengasuh beberapa media sastra budaya, yang antara lain majalah Menyimak, Arus dan Sagang.

Beliau senantiasa ikut mewarnai tulisan di koran, seperti SKM Genta dan Riau Pos, dan media-media nasional dan internasional yang memberi pancingan kepada anak muda untuk juga menulis, aktif dalam berbagai perhelatan dengan sumbangan pemikirannya.

Berkenaan dengan karya tulis, Hasan Junus menurut Akib, menghendaki untuk menulis bukan asal menulis tetapi menulis diperkuat dengan bacaan dan pemahaman atas suatu perkara yang hendak ditulis. Menulis dimulai dengan memperbanyak bacaan, bukan sebaliknya, menulis penuh antusias tetapi tidak diimbangi dengan membaca, maka itulah ibaratnya “makan tidak ada, tetapi terus menerus BAB, maka akan terjadi BAB berdarah”. Tulisan lahir tidak bersisi.

Bagi Hasan, seorang penulis atau pengarang, berupaya memanfaatkan orisinalitas. Menemukan dan mengangkat yang baru dan kebaruan, sehingga karya tetap menjadi segar dan menyegarkan. Karya yang terjaga orisinalitasnya (orisinil), maka kapanpun tetap tertarik untuk dibaca, tetapi kalau tidak orisinil, maka setelah sekali dibaca maka kali berikutnya ia menjadi usang. Karya tersebut tidak bisa bertahan seiring perubahan  zaman dan sebaliknya mudah terlupakan.

Menurut Akib, yang juga Kasatpol PP Kota Tanjungpinang ini, bagi Hasan Junus, melahirkan karya yang dipandang tepat dengan kegunaannya dan ada pembedaan dengan penulis lain, sehingga karya dilahirkan tersebut, dirasakan kegunaannya, dan memang perbedaannya dengan tulisan yang lain benar-benar menjadi penting bagi siapapun pembacanya.

Contoh, beliau menulis Peta Sastra Daerah Riau (Sebuah Bunga Rampai) Bersama Ediruslan PA Amanriza (1993). Waktu belum lagi ada buku yang lengkap menulis tentang sastrawan di Riau, yang itulis menurut kepenulisan dan karyanya. Buku Raja Ali Haji Budayawan di Gerbang Abad XX (Uir Press, Pekanbaru, 1988), bagaimana Hasan Junus mempertegas bahwa RAH itu penulis/ pengarang besar di Nusantara dan memperngaruhi dunia barat, Belanda. Buku tersebut, beliau sajikan dengan memuat “kronik” serangkaian peritiwa yang dilalukan ataupun yang terjadi semasa RAH masih hidup, sebelum dan sesudahnya.

Selanjutnya menurut Hasan Junus, yang dapat dipahami, kata Akib, mesti mempunyai kemampuan untuk mempertimbangkan dan menempatkan bahasa, kata-kata yang memberi makna besar dan luas. Misalnya, judul tulisan ataupun buku. Lihatlah judul buku Hasan Junus, antara lain  Burung Tiung Sri Gading (1992), Tiada Bermimpi Lagi (1988), Cakap-cakap Rampai-rampai dan Pada Masa Ini Sukar Dicari (1998), dan Karena Emas di Bunga Lautan (2002).

Suatu hal yang dapat di tauladani dari Hasan Junus dalam dunia ilmu pengetahuan, adalah beliau dengan sukarela untuk menjadi sumber ilmu di bidang kebudayaan, khususnya aastra. “Boleh siapa saja mengajaknya diskusi, berbual -bual walaupun sampai berjam- jam, dan galilah ilmu pengetahuan tentang budaya atau sastra sebanyak- banyaknya, sepuas- puasnya, sehingga merasa bertambahlah ilmu pada kita. Dan, semakin terasa pentingnya berilmu padi,”
ucap Akib. (AL).

Editor : Rizal.

Komentar